Allah SWT mungkin marah kepada umat manusia terutama ummat Islam yang tidak mematuhi semua perintah dan larangan-Nya yang telah tercantum di dalam kitab-kitab suci. Namun kemarahan Allah bagian paling terakhir dari sifat-Nya, setelah manusia tidak mengindahkan jua peringatan-Nya.
Dan inilah memang kenyataan dari segelintir umat Islam yang lalai terhadap seluruh perintah Tuhannya. Mereka melakukan maksiat setiap waktu. Tanpa merasa berdosa. Tanpa merasa akan dilemparkan ke dalam jurang neraka abadi.
Mereka sangat menikmati perbuatan-perbuatan penuh dosa yang sangat dilaknat oleh Allah, Baginda Nabi Muhammad, dan ajaran Islam. Mereka sangat lihai dan bahkan sangat profesional dalam melakukan hal-hal kriminal. Dan kabar akhir, atau di titik puncaknya, ia menjadi penjambret, pencopet, dan maling yang jitu. Maling sukses.
Bahkan di masa kini, di zaman yang serba canggih ini, maling yang suksespun sudah beralih rupa dengan penampilan yang lebih elegan menjadi maling berdasi alias Koruptor sukses. Meskipun esensinya tetap sama yaitu sekali maling tetap maling!.
Jika surga ada di depanmu, mungkin kau akan melupakan (perintah) Kami. Jika neraka ada depanmu, kau akan khusyuk menjalankannya (perintah Kami). Itu hanyalah bagaimana Kami mengujimu sehingga engkau berjalan di dunia tanpa dosa
Jam di dinding ruang kosong itu telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Sinar matahari yang terang menembus celah-celah awan tipis yang menyelimuti langit Kota Kendal. Pemuda itu masih tidur. Ia tadi menyempat kan diri menunaikan salat Subuh berjamaah di mushala yang berada di dekat ruang persegi yang selama ini ditempati sekolah masyarakat itu. Lalu ia tidur kembali.
Ramai suara kicau burung membuatnya membuka kedua kelopak matanya perlahan-lahan seperti Adam ketika dibukakan matanya setelah Tuhan meniupkan kehidupan.
Ia menggeliat sejenak meluruskan otot-otot dan tulangnya. Ia rasakan tubuhnya begitu sakit semua. Punggungnya merasa cenat-cenut. Remuk.
Ia lalu berolahraga dengan meluruskan punggung. Dan setelah dirasa tidak sakit lagi, ia bangkit dari karpet di mana ia merebahkan tubuhnya. Ia memang tidur di situ selama satu bulan yang telah lewat. Sebenarnya, ruangan yang mirip dengan gudang itu milik teman dan sekaligus guru bahasa Inggrisnya. Ia minta ijin untuk tinggal di situ.
Lalu, ia berdiri untuk mengambil sabun mandi, dan beranjak menuju kamar mandi yang ada di mushala. Setelah selesai mandi, ia memakai kaos lengan panjang berwarna buram dan celana panjang hitam. Ia telah bersiap-siap untuk melamar pekerjaan di toko-toko yang ada di sepanjang jalan yang menjamur di sudut Kota Kendal. Dengan berbekal amplop lamaran coklat berisi ijazah SMA dan curriculum vitae. Ia sangat-sangat yakin pasti akan diterima oleh toko sebagai penjaga toko.
Ia berjalan menyusuri jalan raya yang dipenuhi bangunan ruko bersejarah. Ia mencoba mendatangi sebuah ruko yang menjual barang pecah-belah. Tapi hasilnya: nihil!. Toko tersebut sama sekali tidak menerima karyawan baru. Ia minta undur diri dari pemilik toko dengan memasang muka lesu, penuh kekecewaan, dan nasib tidak untung.
Perutnya mulai lapar. Uang di saku celananya tidak ada. Ia samasekali tidak punya uang. Entah bagaimana ia akan makan ?. Entah akan pergi ke rumah siapa ia agar bisa makan. Jiwa dan hatinya mulai buntu. Lapar yang sudah menjeratnya sudah tak bisa ditahan lagi. Ia berjalan menuju ke tempat keramaian. Mulai dari mall, hingga taman wisata yang ramai. Entah apa yang akan ia lakukan. Tak terasa tibalah ia di GOR yang terkenal di kota itu.
Mungkin dengan mencuri aku bisa makan, gumamnya sambil tengok kanan dan kiri untuk meyakinkan diri aman dari satpam yang menjaga GOR. Kedua tangannya meraih helm yang diletakkan di atas tempat duduk sepeda motor. Lalu, dengan secepat kilat, ia masukkan helm itu ke dalam tasnya.
Helm ini akan aku jual ke pasar loak. Kondisinya masih bagus dan tampak baru. Pasti harganya mahal, ocehnya penuh keyakinan. Seperti seorang aktor yang sedang akting, ia berjalan meninggalkan GOR dengan santai, seolah-olah bukan pencuri. Ia berjalan ke arah pasar loak yang ada di sudut kota tua.
"Pak, saya mau jual helm," katanya ketika sampai di salah satu toko tempat menjual barang-barang bekas.
"Coba lihat helmnya," si penjual barang loak menyahut dan menunjukkan ketertarikannya.
"Ini, Pak, sambil mengeluarkan helm hasil curiannya dari dalam tasnya. Lantas menyerahkan ke bapak separo baya itu.
"Ini milik sendiri atau hasil...," ujar penjual barang loak itu sambil melirik curiga.
"Punya saya sendiri, Pak. Karena di rumah banyak yang tidak terpakai, yaah... saya jual saja satu," katanya meyakinkan.
"Oooo... begitu," bapak setengah tua itu mengangguk. "Mau dijual berapa?."
"80.000 rupiah, Pak," katanya sambil meringis lucu.
"50.000 ribu. Ambil atau bawa pulang," bapak itu menegaskan tawarannya.
"Baiklah, Pak," katanya.
Lumayan untuk membeli nasi jagung bungkus dan biaya sehari-hari untuk lima hari ke depan, lanjutnya dalam hati. Besok aku akan mencuri helm yang lebih mahal agar harga jualnya juga mahal. Aku akan mencari tempat-tempat yang banyak dikunjungi tamu yang membawa sepeda motor.
Pemuda itu tiap hari, tiap waktu, mulai dari pagi hingga menjelang malam mencari target sasaran. Tujuan targetnya adalah rumah susun, Bank, dan alun-alun kota. Dan yang paling parah ia mencuri helm di tempat parkir masjid. Tidak hanya mencuri helm. Ia juga mencopet salah seorang jamaah yang sedang shalat. Lalu ia simpan dompet jamaah itu di dalam celana dalamnya.
Na'uzubillah!. Tsumma na'uzubillah!!.
Ia sangat lihai. Ia sangat hebat dalam hal urusan mencuri. Tak seorangpun korbannya atau ghorim masjid yang tahu kalau dirinya seorang pencuri. Padahal di dalam keluarganya tak seorangpun yang menjadi pencuri. Bahkan dirinya juga tidak pernah mencuri mulai dari kecil.
Namun seperti kata pepatah orang-orang tua dahulu : Sepandai-pandainya tupai melompat, sekali-kali pasti akan jatuh juga. Setelah sekian lama melakoni perbuatan laknat itu tanpa ketahuan, tibalah juga hari naasnya.
Suatu pagi, ketika ia tengah berdiri di depan sebuah ruko penjual pernak-pernik pernikahan. Seorang temannya berhenti di depannya dengan sepeda motornya.
"Fiq, mau ke mana?," tegur temannya.
Pemuda bernama Rofiq itu lalu menghampiri temannya sembari menyungging senyum.
"Hai, Rob...'" sapanya.
Mau ke mana, Fiq?," ulang temannya.
"Aku tadi lagi nunggu boss pemilik ruko ini, tapi dia lagi nggak ada ditempat."
"Terus sekarang kamu mau kemana?."
"Rencananya mau ke alun-alun kota. Kamu sendiri mau pergi ke mana?."
"Aku mau nyetor ke bank BRI, tapi bisa sekalian mengantarkan kamu. Ayo, naik...," kata temannya sambil menghidupkan sepeda motornya. Kemudian keduanya pun meninggalkan tempat itu.
Sesampainya di pelataran bank, ia tidak ikut ke dalam Bank menemani temannya. tetapi malah memilih untuk menunggu di tempat parkir Bank. Setelah temannya itu masuk ke dalam Bank, seperti ada yang menggerakkan jiwanya untuk mencuri, ia akhirnya terpikir untuk melancarkan aksinya. Ia berjalan ke arah tempat parkir para karyawan. Di situ banyak sepeda motor yang terparkir. Ia mendekati salah satu sepeda motor, dan ia ambil helmnya. Tapi...
"Hei, Mas!!," Sekonyong-konyong sebuah suara teriakan menegurnya dari belakang. Ia terkejut. Ia kaget. Hati dan tubuhnya bergetar. Ia mencoba menoleh ke belakang. Ternyata seorang karyawan Bank yang memanggilnya. Mukanya begitu marah. Matanya dipenuhi sorot tajam.
"Kembalikan helm itu!," bentak karyawan Bank itu.
"Ya, Mas," jawabnya pelan dengan rona penuh ketakutan.
Akhirnya, setelah sekian lama aman-aman saja, kini ia ketahuan.
Ia mengembalikan helm di sepeda motor tersebut, lalu berbalik menuju pelataran Bank seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi, belum melangkah jauh dari TKP, pundaknya dicekal oleh karyawan Bank tadi.
"Mau kemana kamu?!," hardiknya. "Enak saja mau pergi begitu saja!. Ayo ke pos satpam!."
Dua orang satpam yang menghampiri ikut mencekal tangannya dan ia pun digelandang ke pos. Sementara beberapa orang pengunjung Bank yang mendapat cerita bahwa ia kepergok hendak mencuri helm juga mendekatinya dan ada pula yang mencoba untuk memukulnya dengan penuh emosi. Untung saja satpam Bank berhasil menenangkan mereka.
Ia pun dievakuasi di pos satpam. Ia ketakutan. Hatinya teringat kepada ibu dan adiknya. Hati dan jiwanya merintih dalam tangis. Sejuta penyesalan menyesakkan dadanya. Ia menyesal telah mencuri. Ia sadar betapa sempit dan dangkal pemikirannya. Kenapa ia harus mencuri?.
Kini, hanya penyesalan yang tak berkesudahan yang mengunjunginya. Ia yakin, bahwa sebentar lagi pihak Bank akan menyerahkannya kepada pihak yang berwajib. Ia akan berurusan dengan polisi. Ia pasti akan dipenjara. Dan benar, beberapa menit kemudian datang mobil patroli kepolisian yang menuju ke TKP. Ia pun dibawa ke kantor polisi untuk diproses lebih lanjut.
Keringat dingin mengucur dari dahinya ketika selintas ia melihat wajah teman yang memperhatikan saat ia dinaikkan ke mobil patroli polisi dengan roman muka yang tidak dapat ditebak.
Setan telah sukses menjatuhkannya ke dalam jurang yang paling hina. Ia sangat yakin bahwa berita penangkapan dirinya oleh polisi pasti akan menyebar luas di desanya
Setelah ia diserahkan Polisi kepada keluarga yang menjaminnya, ia melarikan diri ke Salatiga. Ia membeli tiket bus dengan uang hasil penjualan helm hasil curiannya yang terakhir. Selama dalam perjalanan dalam bus, hati, jiwa dan kedua matanya meleleh. Ia menangis sejadi-jadinya. Kenapa iman dan cintanya kepada Allah begitu tipis sehingga dengan mudah setan menjerumuskannya. Ia benar-benar hina di hadapan Tuhan dan manusia.
Setan telah sukses menjatuhkannya ke dalam jurang yang paling hina. Ia sangat yakin bahwa berita penangkapan dirinya oleh polisi pasti akan menyebar luas di desanya. Tetangga-tetangga yang selama ini membencinya pasti akan menggunjingkannya.
"Anaknya Juminten ditangkap polisi gara-gara mencuri helm".
Atau,
"Syukurin dia masuk penjara!."
Atau juga,
"Kemenakanmu itu kenapa bisa ditangkap?."
Bisa juga,
"Makanya keluarganya tidak ada yang mau mengakuinya."
Yah, keluarganya pasti akan disalahkan oleh orang-orang, dan masyarakat di sekitarnya. Pemuda itu terus menangis. Ia telah menyesal telah membuat keluarganya menanggung malu. Ya, jika keluarganya itu malu, berarti mereka masih menganggapnya anak atau kemenakan. Jika tidak, berarti mereka bukan keluarganya lagi.
Dari dasar hati yang paling dalam ia menetapkan akan melakukan tobat. Tobatan nasuha yang benar-benar muncul dari dalam jiwa dan hati yang suci, yang semata-mata ingin mencari ridha dan hidayah dari Allah Taala, bukan mencari pahala atau surga seperti orang-orang yang shalat atau melakukan amalan-amalan yang dianjurkan oleh Allah Taala. Ia akan bertobat dan akan kembali kepada jalannya sebagai seorang santri. Ia akan hijrah dari jalan yang sesat menuju jalan yang lebih baik seperti nasihat Umar bin Khattab.
Kenapa aku melakukan hal-hal yang selama ini dilaknat-Mu, ya... Allah ?. Kenapa Engkau biarkan hamba menjadi hamba yang disesatkan dan dihinakan oleh setan musuh-Mu ?. Doanya ketika menegakkan shalat Tahajjud. Airmatanya meleleh tiada henti. Pipinya menjadi basah. Maka saksikanlah, yaaa... Allah, pada malam ini hamba akan bertobat dengan sebenar-benarnya tobat. Tuntunlah hamba menuju jalanMu yang paling terang hingga hamba mencapai ridhaMu. Ia bersujud.
Dari Salatiga pemuda itu hijrah ke Jakarta. Di sana ia menyewa di sebuah rumah di kawasan perumahan Nirwana. Allah memberinya kebaikan dan jalan yang lurus untuknya. Ia dipercaya untuk menjadi pengasuh tadarrus ketika menjelang bulan suci Ramadhan di salah satu mushalla. Para pengurus takmir mushalla juga memercayainya untuk mengisi acara tausiyah sebelum shalat Tarawih dan Kuliah Subuh.
Untuk satu malam mengisi tausiyah, panitia bulan suci Ramadhan memberi tanda terima kasih dengan nominal yang agak tinggi. Ia menerima, toh sebenar nya itu adalah suatu amal yang harus disampaikan kepada umat yang haus dengan hikmah dan pelajaran akan Islam.
Di ibu kota Jakarta ia hidup tenang. Dapat menjalankan ajaran agama dengan benar seperti saat masih mondok dulu. Sampai akhirnya ia ditawari untuk mengisi acara program tausiyah yang diadakan oleh salah satu telivisi swasta.
Ia menjadi seorang ulama dan dai muda dari kalangan produk pesantren tulen. Ia bukanlah ustadz atau dai yang terkenal gara-gara mengikuti audisi. Karena bagaimanapun ia pernah tersesat dahulunya, Sesungguhnya ia pernah menuntut ilmu agama di Pesantren Kajoran, Klaten.
Kini, dirinya yang lebih dkenal masyarakat dengan nama baru : Ustadz Ainur Rofiq El Jamaly dapat tersenyum kembali, seperti matahari yang muncul kembali setelah diselubung mendung. Dukanya sirna. Tidak ada duka lagi dalam hatinya. Dan baginya, hanya Allah yang akan menentukan, siapa yang sebenarnya telah memutuskan tali kekeluargaan.
Yang jelas, kini ia telah hidup kembali di jalan Allah. Kehidupan yang benar-benar berada di bawah naungan Allah. Hidup yang dibatasi oleh satir-satir Cinta dan Kasih Sayang Allah Swt. Tapi meski dia sudah menjadi seorang muballigh yang menyebarkan dan menjunjung tinggi-tinggi syiar Islam, ia tidak membanggakan diri sebagai ustdaz.
Sebab ustadz bukanlah jaminan dirinya akan masuk ke dalam surganya Allah yang penuh dengan kedamaian, kesejukan dan ketenangan. Ustadz adalah urusannya dengan Allah semata. Sombong dan takabur adalah sebuah penyakit yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Sebab menurut para ulama takabur adalah saudara kandung ujub.
Ilahi lastu lil firdausi ahla
Wala aqwan alan naaril jahiimiy
Fa wabli tawbatan wagfir dunubiy
Fa innaka ghafiruddanbil adhiimiy
Wala aqwan alan naaril jahiimiy
Fa wabli tawbatan wagfir dunubiy
Fa innaka ghafiruddanbil adhiimiy
Itulah sajak terakhir bukti Cinta Syaikh Sayyid Abu Nawas kepada Allah Ta'ala, ketika menjelang sakaratul mautnya. Sajak yang cocok untuk hamba yang banyak maksiat dan dosa. Do'a yang dikhususkan untuk hamba yang merindukan indahnya Cinta dan Kasih Sayang Allah yang luasnya melibihi luasnya langit dan Bumi. Sungguh aku tidak pantas menginjak surga-Mu, namun aku pun tak sanggup berada dalam neraka-Mu.
Nasrun min Allah wa fathun qariib.
Salatiga, 6 Juli 2013
Penulis: Khairul Azzam Elmaliky
Editor : Hendra Gunawan
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.
0Komentar
Maaf, Hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link iklan ilegal akan kami hapus. Terima kasih. (Admin)