
Perempuan paro baya itu amat memahami bahwa jika pun putrinya berkata seperti itu bukan berarti ia phobia jilbab atau membenci jilbab.
Sampai sedemikian jauh, sesungguhya ia tak pernah henti-hentinya memohon serta bermunajat kepada Tuhan agar putrinya itu diberi hidayah. Sering ia membayangkan alangkah bahagia hatinya jika melihat putrinya mengenakan jilbab. Pasti kecantikan putrinya akan semakin bersinar..
Meskipun begitu, tetap ada yang ia banggakan dari putrinya. Yaitu prestasi akademik di kampus. Baru saja putrinya mendesain sebuah bangunan apartemen dan perumahan real estate yang memadukan unsur Fengshui dengan konsep bangunan di masa kerajaan Mataram Islam dan desainnya itu membuat beberapa arsitek terkemuka tertarik untuk bekerjasama.
Selain itu,putrinya juga menuangkan ide-ide cemerlangnya mengenai beberapa konsep bangunan modern dan ramah lingkungan di jurnal-jurnal kampus, nasional dan internasional yang membuat para pakar terkagum-kagum akan buah pemikirannya.
"Citra, kamu sudah dewasa. Kamu bukan anak remaja lagi. Sudah sepatutnya kamu mengenakan baju yang sesuai dengan ajaran agama Islam sebagaimana pesan Allah dalam Al-Quran. Dan kamu juga sepatutnya mengenakan jilbab," Kata perempuan paro baya itu suatu waktu. "Ingat surah Al-Quran ini,"
"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang."1.
Baginda Nabi Muhammad SAW juga bersabda,
"Wahai anakku Fatimah !. Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat laki-laki yang bukan mahramnya."2
"Bunda, Citra tahu kalau Citra bukan remaja lagi. Tapi nggak semestinya Citra memakai gamis yang ribet dan jilbab yang sok alim. Percuma Citra memakai jilbab, lha... wong Citra suka sekali memakai celana jeans. Jelas nggak metcing dengan jilbabnya, Bunda," Ujar putrinya dengan nada halus namun logis.
"Lagian Citra belum memantapkan hati untuk mengenakan jilbab. Citra butuh proses yang panjang. Citra tidak ingin berjilbab hanya untuk mengikuti trend dengan memakai jilbab yang bermodel-model. Citra hanya berniat jilbab untuk Allah saja," lanjut putrinya itu.
Perempuan paro baya itu hanya bisa mendesah. Desahan yang mengungkapkan sebuah pertanyaan kepada Tuhan, kapan putrinya akan dihujani hidayah agar segera mau berjilbab.
"Terus Citra juga bukan seorang gadis Muslimah yang begitu menjaga pandangan dan jiwa. Citra juga pacaran. Rasanya sungguh nggak pantes kalau Citra berjilbab namun pacaran. Seperti mencela ajaran Islam yang mulia." pungkas putrinya mengakhiri argumennya.
Mendengar itu, sang bunda hanya terdiam, sehingga kesunyian mengepakkan sayapnya di antara anak dan ibu itu.
Wahai anakku Fatimah !. Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat laki-laki yang bukan mahramnya
Perempuan paro baya itu amat memahami bahwa jika pun putrinya berkata seperti itu bukan berarti ia phobia jilbab atau membenci jilbab
***
Perempuan paro baya itu berjalan menuju kamar kedua. Kembali tangannya mengetuk pintu.
"Tok !. Took !!. Toook !!!."
"Mir... Mirza !. Mirza !!," serunya pada sang penghuni kamar.
Sambil menanti jawaban dari balik kamar, perempuan paro baya itu tersenyum kecil. Anak keduanya ini sungguh berbeda. Mirza yang tahun ini berusia 22 tahun justru berbalik sembilan puluh derajat dari kakaknya. Ganteng, kalem, mudah berempati, suka menolong dan memberi. Ia rela memberikan makanan yang dibelinya atau sebagian uang sakunya untuk disumbangkan pada orang yang lebih membutuhkan.
Selama SD hingga SMP ia selalu mendapat peringkat kelas, namun tidak secerdas Citra yang tak pernah absen naik panggung untuk menerima piala dan hadiah dari bapak kepala sekolah. Bahkan Citra mendapat nilai tertinggi dalam ujian nasional se-Jawa Tengah.
Meskipun begitu, ia berhasil masuk sebuah sekolah lanjutan tingkat pertama favorit di Semarang. Saat ini putranya itu masih kuliah di semester 1 Prodi Fisipol Undip Semarang. Katanya ia mau menjadi politikus dan anggota dewan yang jujur selulus kuliah nanti. Akan tetapi sayangnya ia tidak pandai mengaji dan jarang shalat. Ditambah suka nongkrong di kafe bareng teman-temannya.
Mengingat hal itu perempuan paro baya itu menarik senyum kecilnya dan menghela nafas panjang. Yaa, Allah... kenapa kedua anak-anaknya ini menjadi anak-anak yang sulit menjalani keta'atan kepada-Mu ?.
"Mir... Mirza !. Mirza !!," serunya kembali pada sang penghuni kamar. "Bangun, nak... apa kamu tidak kuliah hari ini ?," katanya setengah bertanya.
"Iyaa, bun... Mirza sudah bangun dari tadi, kok... ini juga mau keluar," balas putranya dari balik pintu.
"Kalau begitu, bunda tunggu di ruang makan, yaa...," ucap sang bunda lagi.
"Iyaa, bun...," balas putranya kembali.
Permpuan paro baya itupun berbalik dan melangkah menuju ruang makan.
- Qs.Al-Ahzab: 59.
- Imam Bukhari dan Muslim dengan sanad sahih.
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.