
Di ruang tamu telah duduk di sofa lima orang yang salah seorang diantaranya adalah Angga. Kemudian ada pria tua berwajah riang yang Desmita tebak pasti bapaknya Angga, lalu ada laki-laki yang wajahnya mirip sekali dengan Angga namun sedikit lebih tua (Ini pasti abangnya Angga - tebak Desmita lagi).
Selanjutnya ada wanita muda berwajah manis yang duduk disampingnya yang Desmita tidak bisa mengira siapa dia. Dan terakhir diantara orang-orang yang memadati ruang tamu itu ialah seorang bocah lelaki yang sekilas lihatpun bisa dipastikan adiknya Angga karena kemiripannya. Mereka semua tersenyum dan menggangguk saat melihat Desmita.
"Ini, tho.... sales WaWa yang kamu ceritakan tadi, ngga ?," tanya lelaki tua itu kepada Angga sambil memandang Desmita lekat-lekat.
"Benar, pak...," jawab Angga.
"Siapa namamu, nduk ?," tanya bapak Angga namun kali ini ditujukan kepada Desmita.
"Desmita, pak...," jawab Desmita tersenyum dan mengangguk sopan.
"Panggilannya mbak Mita, pak...," kata Anna yang tiba-tiba nyeletuk menyambung jawaban Desmita.
"Ooooo, Mita, tho... cocoklah. Nama cantik, orangnya juga cantik," kata bapak Angga yang diikuti oleh tawa semua yang ada di ruang tamu dan membuat Desmita jadi tersipu-sipu malu.
Setelah tawa mereka reda, bapak Angga lalu melanjutkan ucapannya.
"Tadi Angga datang ke peron. Dia bilang di rumah ada sales perabotan. Dia bilang kebetulan, karena Achyar dan Yuni ini memang lagi perlu perabotan apalagi yang bisa di kredit," ujar bapak Angga sambil menunjuk abang Angga dan wanita berwajah manis yang duduk disampingnya
"Tadinya kami tidak tertarik sama omongannya. Kalau cuma soal perabotan, kami bisa beli di pasar minggu yang dekat-dekat sini saja. Toh... barangnya juga sama dengan yang kamu jual," lanjut bapak Angga.
"Tapi anehnya, ini bocah gendheng maksa-maksa terus supaya ketemu sama kamu. Dia bilang mau bayar hutang karena sudah bikin kamu di sengat tawon terus nyebur ke empangnya mbah Roto. Padahal itu empang selain buat melihara ikan, juga dipakai buat tempat orang-orang ngising !," kata bapak Angga yang dilanjutkan oleh tawa terkekeh-kekeh diikuti yang lainnya. Sementara Angga hanya tersenyum-senyum kecut.
Ooh... ooh... ooh... tanpa sadar mulut Desmita ternganga mendengar keterangan bapak Angga yang mengatakan bahwa empang tempat dia mencebur dan menyelam tadi rupanya selain untuk tempat memelihara ikan juga menjadi tempat BAB orang sekampung. Otaknya tergagap-gagap mencerna arti informasi tersebut. Ketika dia sudah memahami implikasinya, Desmita langsung memelototi Angga dengan roman wajah murka !.
"Aduh !, pa'e.... kenapa juga bilang-bilang soal empang mbah Roto jadi tempat ngising," keluh Angga yang semakin kecut menerima tatapan berapi dari Desmita.
"Habis kamu itu memang cah gendheng !," kata ibu Angga ketus. "Mosok ngajak-ngajak wong wedhok nyebur ke empang. Nyeburnya ke empang mbah Roto lagi !."
"Habis... mau bagaimana lagi ?. Aku sama Mita dikejar-kejar tawon. Kalau ndak nyebur ke empang, bisa mati disengat tawon segitu banyaknya," kata Angga mencoba membela diri.
Abang Angga dari selama ini hanya tersenyum-senyum kecil, membalas perkataan Angga dengan nada serius. "Masalah sebenarnya bukan soal dikejar-kejar tawon, tapi apa yang menyebabkan kamu dan Mita dikejar-kejar tawon ?."
Peron : Tempat pengepulan dan penimbangan hasil panen kelapa sawit.
Ngising : Buang Air Besar.
Ngising : Buang Air Besar.
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.