Bila Jodoh Pasti Bertemu Kembali - Episode 21

orang sholat
Joko kemudian menjelaskan bahwa kemarin bossnya mengatakan sedang membutuhkan seorang guru ngaji privat. Oleh karena itu seketika dia teringat kepada sahabatnya.

Azzam awalnya tidak mau mengajar ngaji privat. Bukan karena tidak mau beribadah. Ibadah merupakan sebuah kewajiban yang dititahkan oleh Allah kepada kaum Muslimin. Bagi orang yang menjalankan ibadah berarti orang tersebut tunduk patuh pada titah Tuhan.

Sementara bagi bagi orang yang tidak menjalankan ibadah berarti kebalikannya, orang tersebut tidak bertuhan. Tidak percaya pada Tuhan. Begitu juga dengan orang Islam yang diwajibkan untuk beribadah. Dan bagi orang Islam yang tidak menjalankan ibadah sama saja orang tersebut bukan orang Islam sejati. Mereka hanya mengakui keberadaan Tuhan, tapi tidak mau sujud kepada-Nya serta enggan menjalankan perintah dan larangan-Nya.

Beda ibadah, beda pula bekerja. Bekerja bukan ibadah. Kalau bekerja merupakan ibadah mungkin para mujaddid dan ulama lebih diperbolehkan bekerja sehingga mereka meninggalkan tugas utama mereka dalam membumikan  kalimat-kalimat Allah di atas muka bumi. Mereka juga diperbolehkan meninggalkan shalat.

Nyatanya bekerja banyak melalaikan ibadah shalat. Banyak orang beralasan capek karena seharian bekerja sehingga mereka tidak shalat. Bahkan ada yang tidak shalat selama puluhan tahun karena sibuk bekerja. Jika ibadah dicampuradukkan dengan kerja alamat kiamatlah dunia.

Seringkali kita mendengar ceramah atau tausiyah yang mengatakan kalau kerja itu termasuk ibadah. Sedari kecil kita didoktrin bahwa kerja itu termasuk ibadah. Akibatnya alam bawah sadar kita selalu berpatokan kalau kerja itu termasuk ibadah. Masalahnya, siapa yang bilang begitu ?. Pernahkah Allah secara langsung menjelaskan bahwa kerja itu termasuk ibadah ?.

Mari kita buka beberapa ayat yang menyinggung tentang kerja dan ibadah.

"Maka carilah rizki disisi Allah."1.

Coba kita telaah. Rizki disisi Allah. Apakah itu yang dimaksud dengan kerja itu ibadah ?. Persepektif ayat diatas menunjukkan himbauan untuk mencari rizky yang halal. Itulah makna sebenarnya arti di sisi Allah. Contoh saja. Ada ucapan kalau kalau pas kita melihat orang wafat. Ujungnya pasti mendoakan semoga amal ibadahnya di terima di sisi Allah, bukan pekerjaannya, apalagi hartanya. Intinya kata ibadah (makna) dan kata "disisi" sudah mempunyai arti yang berbeda.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara kalian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik."2.

Islam menyuruh pemeluknya untuk bekerja dengan profesional dan penuh tanggungjawab. Islam tidak memerintahkan umatnya untuk sekedar bekerja, Hadits diatas menjelaskan. Bekerjalah dengan baik. Bukan bekerjalah dengan ibadah yang baik.

"dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah”.3

Ayat diatas seolah-olah mengartikan kalau mencari karunia Allah itu adalah dengan bekerja

Lalu sebenarnya apa itu karunia ?.


Sesuatu barulah dapat dikategorikan sebagai karunia dari Allah adalah manakala setelah kita mendapat sesuatu tersebut kita semakin dekat dengan Allah


Sesuatu barulah dapat dikategorikan sebagai karunia dari Allah adalah manakala setelah kita mendapat sesuatu tersebut kita semakin dekat dengan Allah. Kita sadari ataupun tidak, kehidupan materialistis telah membuat kita lupa akan arti karunia Allah sebenarnya. Orientasi terhadap materi yang begitu tinggi mengubah perspektif kita terhadap karunia.

Kita sering menganggap bahwa segala sesuatu yang diberikan Allah kepada kita berupa tambahan materi adalah sebuah karunia. Kenaikan gaji, kehidupan layak, jabatan yang dihormati oleh masyarakat, kedudukan yang terhormat, dsb seolah-olah itu adalah merupakan karunia Allah. Sebenarnya, jika kita telah memperoleh satu atau - bahkan - semua hal diatas belum dapat dikatakan bahwa kita benar-benar telah mendapatkan karunia dari Allah.

Karunia tak sesempit itu. Kita sekolah juga karunia kalau ilmunya manfaat. Masih kurang percaya juga ?. Ada pendapat tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kerja Anda bernilai ibadah. Pertama, niatkan bekerja sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah memang bukan hanya di tempat ibadah atau saat menjalankan aktivitas ritual.

Kita sebagai muslim yang punya otak untuk berfikir harusnya mempunyai perspektif yang berbeda tentang karunia dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mengenal eksistensi Tuhan. Dan perspektif yang benar ini pulalah yang mendatangkan ketentraman dalam hidup kita dari persaingan semu yang hanya mendatangkan kepada kemudharatan.

Semua sendi kehidupan adalah ibadah, termasuk bekerja. Bahkan hal yang kecil, contohnya masuk kamar mandi ibadah, membuang sampah pada tempatnya juga ibadah. Semua hal dimana Anda menyertakan Allah dalam aktivitas itu, berpeluang besar bernilai ibadah. Kedua, cara yang dilakukan harus benar. Niatnya benar tapi caranya keliru tak akan bernilai ibadah.

Anda shalat, niatnya benar karena Allah, tetapi sujudnya diganti dengan koprol, walau Anda ikhlas tak akan bernilai ibadah. Begitu juga dengan bekerja. Cara bekerjanya harus benar, di tempat yang benar, tidak bertentangan dengan ketentuan-Nya.

Jadi, walau Anda ikhlas karena Allah tetapi Anda bekerja di tempat yang diharamkan atau memperoduksi barang dan jasa yang dilarang oleh Sang Pemberi Rezeki maka lelah Anda selama bekerja tak ada nilainya di sisi Allah. Anda hanya memperoleh penghasilan tetapi tidak memperoleh ganjaran.

Sungguh rugi, bekerja mencari rezeki tetapi justru menjauh dari Sang Pemberi Rezeki, seolah mudah sekali menggabungkan kerja dengan ibadah. Ibadah dan Kerja atau sebaliknya mengesankan bahwa ibadah  berbeda dengan kerja. Ini karena dua hal itu diselingi oleh kata "dan" yang mengandung arti bahwa keduanya berbeda.

Dengan demikian, Ibadah berbeda dengan kerja. Hal tersebut dapat dibenarkan, karena memang banyak orang yang membedakannya dalam praktek hidup mereka. Misalnya, seseorang beribadah di masjid atau gereja dalam arti menyadari kehadiran Tuhan dan melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Namun, ketika di kantor atau pasar, dia bekerja tanpa mengingat kehadiran Tuhan, bahkan bisa jadi melanggar perintah-Nya.

Kerja didefinisikan sebagai penggunaan daya. Manusia secara garis besar dianugerahi Tuhan empat daya pokok yaitu daya fisik yang menghasilkan kegiatan fisik dan keterampilan. Daya pikir yang mendorong pemiliknya berfikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan. Daya kalbu yang menjadikan manusia mampu berkhayal, mengekspresikan keindahan, merasakan kalau bekerja itu kewajiban dari Allah Sang Maha Pencipta dan daya hidup yang menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan, serta menanggulangi kesulitan.

Allah itu maha suci. Allah adalah dzat yang tak bisa tersentuh dengan duniawi. Sementara bekerja berhubungan erat dengan dunia. Kerja tak ada hubunganya dengan akhirat. Kenapa bisa begitu ?. Jawabannya yaa, begitu !. Anda kerja mati-matian lalu hasilnya apa bisa dibawa mati ?. Tentu tidak. Yang dibawa mati, ya...  amal dan ibadah. Hanya saja kerja bisa dijadikan sarana untuk beramal dan beribadah.

Bekerja itu adalah sebuah bentuk tanggung jawab dari mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah swt. Bekerja untuk bertahan hidup. Kalau sudah mampu bertahan hidup barulah ke step ibadah. Satu hal lagi. Kalau bekerja itu ibadah, Lantas apa mau ustadz atau mubaligh yang setiap setiap pagi berceramah di televisi atau di radio atau diundang oleh pengurus mesjid rela tak dibayar ?.

Kalau niat mereka ibadah harusnya dia mau tak dibayar ?. Tapi nyatanya bullshit !. Memangnya dia tidak perlu makan, keluarganya tidak perlu nafkah, anak-anaknya tidak perlu diberi uang jajan atau memangnya bensin motornya yang dipakai pergi berceramah bisa diganti dengan air sumur ?.

Tentu tidak.

Kalau niatnya ibadah memang tak ada hubunganya dengan nominal uang. Betul juga bahwa rezeki itu Allah yang mengatur. Tapi bukan berarti menyerahkan semuanya kepada Allah tanpa usaha dan persiapan. Itu namanya mengatur-ngatur Allah. Tuhan, kok... mau diatur-atur ?, memangnya sampeyan siapa ?.

Tidak ada salahnya jika menjadikan kegiatan memberi ceramah sebagai profesi. Di KTP, Anda bisa, kok... menuliskan "Pekerjaan : Mubaligh". Tapi harus diingat bahwa pekerjaan penceramah ini bukanlah pekerjaan biasa. Ini adalah pekerjaan yang sangat mudah bernilai ibadah, kalau diniatkan begitu, tapi juga bisa menjerumuskan pelakunya ke dasar neraka!.


Hal itu akan terjadi jikalau mereka sudah mengkomersilkan pekerjaan penceramah. Kalau begitu putus sudah hubungan pekerjaan itu dengan ibadah


Hal itu akan terjadi jikalau mereka sudah mengkomersilkan pekerjaan penceramah. Sudah menetapkan tarif tertentu setiap kalau diundang berceramah. Kalau begitu putus sudah hubungan pekerjaan itu dengan ibadah. Mereka sudah berlaku bak pedagang yang menjual dagangannya, hanya saja kali ini yang dijual adalah ayat-ayat Allah. Yang dijual adalah agama !.

Contoh paling nyata bisa kita lihat di televisi belakangan ini yang lebih dikenal dengan julukan "ustad selebritis" atau "ustadz medsos". Gaya yang sama juga bisa kita lihat pada sebagian besar (tidak semuanya) penceramah-penceramah yang dijuluki "ustadz kondang".

Hampir semuanya bermobil mewah, rumah besar dan baju yang menawan setiap kali pergi ceramah. Dari mana uangnya ? Yah, dari dia bekerja mencari uang dengan ceramah. Mari berfikir. "Ayat Al-Quran bisa menjadi penuntun bagi yang berakal. Juga bisa menjerumuskan bagi yang dangkal." Seorang pahlawan nasional Abdul Muis pernah berkata bijak, "kita yang berjuang jangan sekali-kali mengharapkan pangkat, kedudukan, ataupun gaji yang tinggi."

Suatu ketika Nabi saw dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat kemudian berkomentar: "Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya di jalan Allah."

Rasulullah saw menjawab : "Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia di jalan Allah, Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia di jalan Allah., Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan."4

Sungguh nikmat menjadi orang beriman karena semua kerja yang kita niatkan di jalan-Nya akan dibalas oleh Allah dengan kebaikan di dunia dan akhirat.

Namun kalau ada unsur riya' dan sombong di sana, kerja kita adalah untuk setan. Makanya sungguh rugilah kita kalau niat kita bekerja membanting tulang menjerumuskan kita pada jalan setan. Allah berpesan pula di surat Al Jumuah ayat 10,

"Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung"

Akhirnya, dari hadits dan ayat di atas marilah kita evaluasi apakah kita sudah ikhlas bekerja hanya untuk-Nya ?. Masih banyak dari kita mendengar ujaran, "Nyari yang haram aja susah, apalagi yang halal ?" atau.. "Demi anak dan istri, yang haram pun kukerjakan !.” Sadarkah kita bahwa asal rejeki, asal pekerjaan, sumber segala kerja, adalah Sang Pemberi Rejeki yang sering menguji keikhlasan hamba-Nya ?.

Renungkanlah.

1. Qs.Al ‘Ankabut [29]: 17
2. Riwayat Baihaqi dinilai shahih oleh Al Albani dalam "Silsilah As Shahihah"
3. Qs.Al Muzzammil [73]: 20

Bila Jodoh Pasti Bertemu KembaliNovelet ini adalah karya Khairul Azzam Elmaliky. Novelet ini telah diterbitkan oleh DCU Book, Pengorbit Karya Fiksi Pembangun Akhlak, Semarang - Jawa Tengah. Azzam, adalah alumni Pondok Pesantren Karya Basmala Semarang, angkatan 2008. Lahir di Probolinggo, Jawa Timur, kini bermastautin di kota Pekanbaru, Riau. Sila berkenalan dengan karya-karya Azzam lainnya disini

Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.

Posting Komentar

0Komentar