TTM : Teman Tapi Merepotkan (part 2)

cewek nembak cowokDemikianlah, hari-hari pun berlalu. saya kembali disibukkan oleh urusan pekerjaan dan urusan domestik lainnya. Urusan Ryo dan pacar barunya, Chintya, mengendap ke dasar alam fikiran saya.

Suatu pagi hari minggu, kira-kira sebulan kemudian, ketika saya sedang melakukan olahraga senam ringan untuk melemaskan otot-otot yang tegang akibat seminggu bekerja, sebuah mobil Honda Jazz berwarna biru metalik berhenti di depan rumah.

Dari dalam mobil keluarlah sepasang muda-mudi. Yang cowok segera saya kenali sebagai Ryo, mantan anak buah saya yang kini sudah jadi bapak buah (di perusahaan lain). Namun yang membuat saya pangling adalah penampilannya kini yang sudah berubah sangat drastis dibanding saat terakhir kalinya saya bertemu dia.

Intinya, hilang sudah ciri-ciri kaum dhu'afa yang dulu melekat pada dirinya. Penampilannya kini mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut menguarkan aroma elitisme. Dia yang pada dasarnya memang sudah gagah dan tampan semakin gagah dan tampan dalam balutan barang-barang berkelas yang melekat di sekujur tubuhnya. Hal itu lalu membuat saya bertanya-tanya, darimana dia bisa membeli semua itu ?, karena saya tahu pasti gajinya pastilah tidak akan mampu menutupinya.

Oleh karena itu, saya kemudian menoleh untuk memperhatikan cewek yang datang bersamanya dan seketika saya berdecak kagum. Bila penampilan elitis Ryo, bagaimanapun masih kelihatan hasil make over, maka penampilan cewek yang saya yakin dialah yang disebut-sebut Ryo bernama Chintya benar-benar pure hight class !. Penampilannya dari ujung kaki sampai ujung rambut menyebarkan aroma kekayaan.

Meskipun saat itu dia tidak mengenakan barang-barang atau perhiasan yang belebihan, namun dari sepatu yang dikenakan, tas yang disandang, anting-anting, kalung, gelang,  jam tangan bahkan kaca mata yang yang disisipkannya diatas rambut, semuanya berkelas premium. Kesempurnaan semakin melengkapi penampilannya ditunjang oleh wajahnya yang lumayan cantik.

Dalam hati saya mengangguk mengerti darimana Ryo mendapat semua penampilan barunya kini. Entah hal itu merupakan keuntungan atau kemalangan bagi dia, saat itu saya belum tahu.


Bila penampilan elitis Ryo, bagaimanapun masih kelihatan hasil make over, maka penampilan cewek yang saya yakin dialah yang disebut-sebut Ryo bernama Chintya benar-benar pure hight class !


Setelah mempersilahkan mereka masuk kedalam rumah, saya pamit untuk mengganti baju kaos yang basah oleh keringat. Orang rumah yang mengintip dari balik pintu juga ikut berdecak takjub melihat penampilan sepasang muda-mudi yang duduk di ruang tamu ditemani anak-anak yang tengah menonton film kartun di televisi.

Beberapa saat kemudian, saya kembali ke ruang tamu menemui mereka bersama orang rumah. Setelah berbasa-basa basi, Ryo lalu mengutarakan maksud kedatangan mereka pagi itu yaitu untuk mengantar surat undangan perayaan ulang tahun Chintya yang ke 22. Begitu melihat surat undangan yang dikemas dengan mewah, saya kembali berdecak kagum karena pesta ulang tahun Chintya dirayakan di auditorium sebuah Hotel berbintang lima yang paling terkenal di kota kami.

Usai mengutarakan maksudnya, mereka pun berpamitan untuk mengantar surat undangan ke tempat berikutnya. Begitu mereka pergi, orang rumah bertanya kepada saya,

"Itu tadi si Ryo, kan... bang ?."

"Iya," jawab saya.

"Benaran, deh... tadi adek sampai hampir nggak ngenalin dia," kata orang rumah.

"Sama, dek.... abang juga tadi sempat pangling," jawab saya lagi.

"Memangnya dia sekarang kerja dimana ?, kok... penampilannya sekarang sudah kayak orang tajir saja ?," tanya orang rumah lagi.

"Dia masih kerja di tempat lama. Yang tajir itu bukan dia, tapi pacarnya," jawab saya.

"Ooooo....," balas orang rumah menggumam. "Memangnya pacar si Ryo itu siapa ?."

"Entahlah, dek... abang sendiri nggak begitu tahu soal pacar si Ryo itu. Katanya, sih... bapaknya orang kaya besar. Punya usaha macam-macam. Kontraktor, dealer mobil, kebun sawit... pokoknya banyak, laahh."

"Kalau begitu untung si Ryo, dong... punya bakal calon mertua kaya."

"Untung atau malah buntung, kita belum tahu, dek... karena pada dasarnya mereka berdua itu tidak seimbang. Beda levelnya terlalu jauh. Tinggal kita lihat saja seberapa besar rasa cinta yang mereka miliki. Sanggup apa tidak menghadapi halangan yang sudah pasti bakal menghadang."

Pembicaraan kami lalu berlanjut kepada soal undangan yang diantarkan oleh Ryo dan Chintya tadi. Soal busana yang akan kami kenakan karena bagaimanapun, menghadiri undangan di Hotel berbintang sudah pasti berbeda nuansanya dengan menghadiri undangan di kampung sebelah. Setelah berdiskusi panjang lebar, kami memutuskan untuk mengenakan busana nasional yang cocok dipakai pada kesempatan apapun yaitu busana Batik.

Ketika tiba hari yang ditentukan, kami pun berangkat ke Hotel untuk menghadiri acara ulang tahun Chintya. Disana, ditengah-tengah kemeriahan dan kemewahan acara, kami melihat sesuatu yang kami rasa agak janggal. Namun semuanya kami simpan saja dan hanya jadi bahan obrolan antara saya dan orang rumah menjelang tidur.

Selanjutnya hari-hari pun kembali berlalu. Kesibukan demi kesibukan yang sebagian besar bersifat rutinitas menyita seluruh perhatian saya. Soal Ryo dan pacarnya kembali tersuruk di pojokan, menanti kesempatan untuk menyeruak meminta perhatian.

Ketika saya benar-benar sudah lupa dengan urusan Ryo karena begitu lamanya dia tidak ada lagi menghubungi saya, tak disangka dan tak dinyana, suatu siang hape saya berdering. Begitu saya lihat, nomernya berasal dari Ryo.

"Assalamu'alaikum," sapa saya.

"Wa'alaikum salam, bang...," jawab Ryo dari seberang telepon.

"Oh, kamu Ryo... tumben nelpon. Lama nggak ada kabarnya ?," balas saya sambil bertanya.

"Iya, bang... maaf, memang sudah lama. Maklum, bang... kerjaan saya di kantor lagi numpuk," jawab Ryo.

"Oooo... sama kalau begitu. Disini juga lagi banyak kerjaan," kata saya.

"Oh, kalau begitu sekarang abang lagi sibuk, yaa...?," tanya Ryo.

"Nggak juga, sih... memangnya kenapa ?," tanya saya lagi.

"Mmmmm... kalau boleh, bang... kalau abang nggak keberatan atau lagi sibuk, saya mau minta tolong, bang...," jawab Ryo.

"Minta tolong apa ?," tanya saya.

"Kalau boleh, bang... boleh saya curhat lagi ?."


Orang Rumah : Istri.

Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.

Posting Komentar

0Komentar