Beberapa waktu yang lalu media-media baik media cetak maupun elektronik dihebohkan dengan tertangkapnya sindikat penipuan berbasis seluler atau yang lebih dikenal dengan julukan sindikat "Mama Minta Pulsa".
Beberapa waktu yang lalu pula, jagad politik di negeri ini dihebohkan oleh kasus "Papa Minta Saham", yang berujung pada terjungkalnya Ketua DPR, Setya Novanto dari kursi jabatannya.
Lantas apa hubungan kedua kasus diatas?. Hubungannya adalah pada persamaan triknya yaitu "meminta sesuatu dengan modus PENIPUAN". Kalau SN menipu dengan cara mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden, Maka sindikat "Mama Minta Pulsa" menipu dengan cara mengabarkan berita bohong.
Sebenarnya hape saya sering sekali menerima sms yang sekali lihat saja langsung ketahuan itu penipuan. Misalnya, saya pernah menerima sebuah sms yang menyatakan bahwa saya telah memenangkan undian berhadiah sebuah mobil dari Bank Mandiri. Ini lucu, karena saya sama sekali tidak memiliki rekening di Bank Mandiri.
Lalu ada lagi sms menang undian berhadiah dari Telkomsel (kebetulan, saya pakai kartu As). Untuk klaim dan prosedur pengambilan hadiah saya diberi sebuah link yang selintas namanya mirip situs resmi Telkomsel, tapi begitu dibuka ternyata itu situs phising (situs palsu/kloningan yang penampilan home page/berandanya sama persis dengan situs asli). Dan seperti yang sudah bisa ditebak, agar dapat membawa pulang hadiahnya, saya diminta mentransfer sejumlah uang ke satu rekening sebagai biaya administrasi.
Untuk penipuan-penipuan berbasis sms, saya tidak pernah ambil perduli. Untuk apa buang-buang pulsa demi melayani sesuatu yang jelas-jelas penipuan?. Seorang teman yang bekerja di Grapari pernah berkata: "Kalau Telkomsel mau memberi tahu pemenang hadiah undian, maka CS nya akan menelepon langsung si pemilik nomer". Informasi dari dialah yang yang selama ini saya jadikan patokan dalam menghadapi percobaan penipuan-penipuan yang selama ini banyak mampir ke hape saya.
Tetapi seperti yang dipepatahkan oleh orang-orang tua dahulu: "Patah Tumbuh Hilang Berganti, Tertangkap Satu Tumbuh Seribu". Atau seperti penyakit kutil, sudah dipotong tumbuh lagi... tumbuh lagi !. Tak disangka tak dinyana, saya akhirnya mengalami juga kasus penipuan berbasis telepon ini.
Memang modus operandinya bukan menang hadiah undian, tapi mama minta pulsa. Hanya saja kali ini bukan si mama yang minta pulsa tapi si papa. Rupanya karena sudah banyak yang tahu kalau si mama adalah penipu, akhirnya si papa pun turun tangan.
Mau tahu ceritanya?. Begini ceritanya...
Suatu malam ketika saya tengah bersantai-santai di teras rumah, hape saya berdering. Waktu saya lihat di layar, panggilan berasal dari nomer yang tidak dikenal. Saya lalu menjawab telepon itu.
"Assalamu'alaikum," sapa saya.
"Wa'alaikum salam, bang..," balas satu suara pria asing dari seberang sana.
"Maaf, ini dari siapa?," tanya saya.
Dia tidak langsung menjawab pertanyaan saya tapi malah berkata dengan nada menyesali. "Ahh... rupanya nomer saya tidak abang simpan."
Sampai disini terjadi satu kebetulan yang kelak akan mendukung keseluruhan cerita penipuan ini.
Beberapa hari sebelumnya, saya memang diberi nomer hape oleh seseorang yang baru saya kenal. Karena pada saat itu kebetulan saya tidak membawa hape, nomernya lalu saya tulis dalam secarik kertas. Tetapi berhubung dia bukanlah orang penting alias bukan apalah apalah, nomer hape yang dia berikan tidak langsung saya simpan di phonebook dan terlupakan begitu saja. Oleh karenanya, waktu mendengar perkataan pria di seberang telepon itu, wajar saja bila fikiran saya langsung tertuju kepada dia.
"Kamu Rudi, yaaa...?," tanya saya spontan.
"Iya, bang," jawabnya.
Mendengar perkataannya, setitik kecurigaan muncul di hati saya. Selain suara dia tidak mirip dengan suara si bukan apalah apalah yang benama Rudi itu, suara dia juga tidak mirip dengan suara siapapun yang saya kenal, baik itu keluarga, teman, relasi kerja, dll...
"Hmmm... suara kamu kok, lain. Seperti bukan suara Rudi," gumam saya menyatakan keheranan.
"Lain, yaa... bang?," jawab dia dengan nada bertanya. "Biasalah, bang... suara orang di telepon kadang memang sering beda sama aslinya," lanjut dia meyakinkan.
"Ooo... begitu...," kata saya yang kemudian bertanya, "Ada apa, Rud...?, tumben kamu nelpon saya?."
"Saya mau minta tolong sama abang," jawabnya.
"Minta tolong apa?," tanya saya lagi.
"Saya mau minta tolong sama abang. Tapi sebelumnya saya minta tolong juga sama abang buat nggak ngasih tahu siapapun soal yang bakal saya ceritakan nanti," jawab dia.
"Hmmm... memangnya soal apa, sih... yang segitu rahasianya?," tanya saya penasaran.
Begini, bang... saya sekarang ada di pom bensin. Waktu mau isi bensin, saya kebelet kencing. Lalu saya pergi ke toilet. Disana saya menemukan sebuah tas yang berisi uang 5,8 juta, dompet berisi KTP, kartu pengobatan, kartu ATM, perhiasan berupa cincin dan kalung emas seberat 7,5 gram. Sialnya... waktu saya sedang menghitung uang, ada orang pom bensin yang melihat," jelasnya panjang lebar.
"Lantas apa masalahnya," tanya saya.
"Masalahnya, bang... orang itu lantas bertanya: "Ini tas siapa?". yang saya jawab : "Ini tas abang saya, pak.. saya disuruhnya menjemput," tapi dia tidak percaya."
"Terus?."
"Bapak itu terus nanya: "Kalau itu benar tas abang kamu, apa buktinya?". Makanya saya nelpon abang buat minta tolong."
"Hmmm... kamu mau minta tolong apa?,"
"Saya minta tolong supaya kalau bapak itu nanya apa benar ini tas abang... bilang, benar itu tas abang."
"Oooo... jadi kamu mau saya berbohong sama bapak itu, ngomong kalau tas yang kamu temukan itu benar tas punya saya, yaaa...?."
Dia cuma tertawa kecil mendengar ucapan saya. "Yaahh... kalau disebut berbohong... memang berbohong, bang... tapi abang jangan khawatir, kalau urusan ini selesai... semua isi tas itu nantinya kita bagi dua."
Sampai disini, sinyal pertama alarm ATT (Anti Tukang Tipu) saya mulai berbunyi.
"Hmmmm... kamu benar-benar bikin repot saya, rud...," kata saya sambil beranjak masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam kamar tidur saya mulai mengingat-ingat dan mencari-cari dimana kertas kecil yang berisi nomer hape si bukan apalah apalah itu saya simpan.
"Bapak yang mergoki kamu itu sekarang dimana?," tanya saya sambil terus mencari-cari.
"Ada di depan, bang... ingat, yaa... bang, jangan sampai lupa, kalau bapak itu nanya apa saja isi tas ini... abang bilang... uang 5,8 juta, KTP, ATM, kartu pengobatan dan perhiasan emas 7,5 gram."
"Hmmm... KTP, ATM dan kartu pengobatan itu atas nama siapa?."
"Atas nama Rika Susanti."
Beberapa waktu yang lalu pula, jagad politik di negeri ini dihebohkan oleh kasus "Papa Minta Saham", yang berujung pada terjungkalnya Ketua DPR, Setya Novanto dari kursi jabatannya.
Lantas apa hubungan kedua kasus diatas?. Hubungannya adalah pada persamaan triknya yaitu "meminta sesuatu dengan modus PENIPUAN". Kalau SN menipu dengan cara mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden, Maka sindikat "Mama Minta Pulsa" menipu dengan cara mengabarkan berita bohong.
Sebenarnya hape saya sering sekali menerima sms yang sekali lihat saja langsung ketahuan itu penipuan. Misalnya, saya pernah menerima sebuah sms yang menyatakan bahwa saya telah memenangkan undian berhadiah sebuah mobil dari Bank Mandiri. Ini lucu, karena saya sama sekali tidak memiliki rekening di Bank Mandiri.
Lalu ada lagi sms menang undian berhadiah dari Telkomsel (kebetulan, saya pakai kartu As). Untuk klaim dan prosedur pengambilan hadiah saya diberi sebuah link yang selintas namanya mirip situs resmi Telkomsel, tapi begitu dibuka ternyata itu situs phising (situs palsu/kloningan yang penampilan home page/berandanya sama persis dengan situs asli). Dan seperti yang sudah bisa ditebak, agar dapat membawa pulang hadiahnya, saya diminta mentransfer sejumlah uang ke satu rekening sebagai biaya administrasi.
Kalau Telkomsel mau memberi tahu pemenang hadiah undian, maka CS nya akan menelepon langsung si pemilik nomer
Untuk penipuan-penipuan berbasis sms, saya tidak pernah ambil perduli. Untuk apa buang-buang pulsa demi melayani sesuatu yang jelas-jelas penipuan?. Seorang teman yang bekerja di Grapari pernah berkata: "Kalau Telkomsel mau memberi tahu pemenang hadiah undian, maka CS nya akan menelepon langsung si pemilik nomer". Informasi dari dialah yang yang selama ini saya jadikan patokan dalam menghadapi percobaan penipuan-penipuan yang selama ini banyak mampir ke hape saya.
Tetapi seperti yang dipepatahkan oleh orang-orang tua dahulu: "Patah Tumbuh Hilang Berganti, Tertangkap Satu Tumbuh Seribu". Atau seperti penyakit kutil, sudah dipotong tumbuh lagi... tumbuh lagi !. Tak disangka tak dinyana, saya akhirnya mengalami juga kasus penipuan berbasis telepon ini.
Memang modus operandinya bukan menang hadiah undian, tapi mama minta pulsa. Hanya saja kali ini bukan si mama yang minta pulsa tapi si papa. Rupanya karena sudah banyak yang tahu kalau si mama adalah penipu, akhirnya si papa pun turun tangan.
Mau tahu ceritanya?. Begini ceritanya...
Suatu malam ketika saya tengah bersantai-santai di teras rumah, hape saya berdering. Waktu saya lihat di layar, panggilan berasal dari nomer yang tidak dikenal. Saya lalu menjawab telepon itu.
"Assalamu'alaikum," sapa saya.
"Wa'alaikum salam, bang..," balas satu suara pria asing dari seberang sana.
"Maaf, ini dari siapa?," tanya saya.
Dia tidak langsung menjawab pertanyaan saya tapi malah berkata dengan nada menyesali. "Ahh... rupanya nomer saya tidak abang simpan."
Sampai disini terjadi satu kebetulan yang kelak akan mendukung keseluruhan cerita penipuan ini.
Beberapa hari sebelumnya, saya memang diberi nomer hape oleh seseorang yang baru saya kenal. Karena pada saat itu kebetulan saya tidak membawa hape, nomernya lalu saya tulis dalam secarik kertas. Tetapi berhubung dia bukanlah orang penting alias bukan apalah apalah, nomer hape yang dia berikan tidak langsung saya simpan di phonebook dan terlupakan begitu saja. Oleh karenanya, waktu mendengar perkataan pria di seberang telepon itu, wajar saja bila fikiran saya langsung tertuju kepada dia.
"Kamu Rudi, yaaa...?," tanya saya spontan.
"Iya, bang," jawabnya.
Mendengar perkataannya, setitik kecurigaan muncul di hati saya. Selain suara dia tidak mirip dengan suara si bukan apalah apalah yang benama Rudi itu, suara dia juga tidak mirip dengan suara siapapun yang saya kenal, baik itu keluarga, teman, relasi kerja, dll...
"Hmmm... suara kamu kok, lain. Seperti bukan suara Rudi," gumam saya menyatakan keheranan.
"Lain, yaa... bang?," jawab dia dengan nada bertanya. "Biasalah, bang... suara orang di telepon kadang memang sering beda sama aslinya," lanjut dia meyakinkan.
"Ooo... begitu...," kata saya yang kemudian bertanya, "Ada apa, Rud...?, tumben kamu nelpon saya?."
"Saya mau minta tolong sama abang," jawabnya.
"Minta tolong apa?," tanya saya lagi.
"Saya mau minta tolong sama abang. Tapi sebelumnya saya minta tolong juga sama abang buat nggak ngasih tahu siapapun soal yang bakal saya ceritakan nanti," jawab dia.
"Hmmm... memangnya soal apa, sih... yang segitu rahasianya?," tanya saya penasaran.
Begini, bang... saya sekarang ada di pom bensin. Waktu mau isi bensin, saya kebelet kencing. Lalu saya pergi ke toilet. Disana saya menemukan sebuah tas yang berisi uang 5,8 juta, dompet berisi KTP, kartu pengobatan, kartu ATM, perhiasan berupa cincin dan kalung emas seberat 7,5 gram. Sialnya... waktu saya sedang menghitung uang, ada orang pom bensin yang melihat," jelasnya panjang lebar.
"Lantas apa masalahnya," tanya saya.
"Masalahnya, bang... orang itu lantas bertanya: "Ini tas siapa?". yang saya jawab : "Ini tas abang saya, pak.. saya disuruhnya menjemput," tapi dia tidak percaya."
"Terus?."
"Bapak itu terus nanya: "Kalau itu benar tas abang kamu, apa buktinya?". Makanya saya nelpon abang buat minta tolong."
"Hmmm... kamu mau minta tolong apa?,"
"Saya minta tolong supaya kalau bapak itu nanya apa benar ini tas abang... bilang, benar itu tas abang."
"Oooo... jadi kamu mau saya berbohong sama bapak itu, ngomong kalau tas yang kamu temukan itu benar tas punya saya, yaaa...?."
Dia cuma tertawa kecil mendengar ucapan saya. "Yaahh... kalau disebut berbohong... memang berbohong, bang... tapi abang jangan khawatir, kalau urusan ini selesai... semua isi tas itu nantinya kita bagi dua."
Sampai disini, sinyal pertama alarm ATT (Anti Tukang Tipu) saya mulai berbunyi.
"Hmmmm... kamu benar-benar bikin repot saya, rud...," kata saya sambil beranjak masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam kamar tidur saya mulai mengingat-ingat dan mencari-cari dimana kertas kecil yang berisi nomer hape si bukan apalah apalah itu saya simpan.
"Bapak yang mergoki kamu itu sekarang dimana?," tanya saya sambil terus mencari-cari.
"Ada di depan, bang... ingat, yaa... bang, jangan sampai lupa, kalau bapak itu nanya apa saja isi tas ini... abang bilang... uang 5,8 juta, KTP, ATM, kartu pengobatan dan perhiasan emas 7,5 gram."
"Hmmm... KTP, ATM dan kartu pengobatan itu atas nama siapa?."
"Atas nama Rika Susanti."
Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.
0Komentar
Maaf, Hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link iklan ilegal akan kami hapus. Terima kasih. (Admin)