Bila Jodoh Pasti Bertemu Kembali - Episode 19

padang pasir
Pagi itu Citra tampak kebingungan sekali. Ia tampak sibuk mencari-cari sesuatu. Buku agendanya hilang, dan ia tidak ingat dimana.

Membeli buku agenda baru sebanyak apapun ia lebih dari bisa. Tapi buku yang hilang itu penuh memuat catatan, gagasan, ambisi dan cita-citanya yang ingin menjadi seorang Diva di bidang Arsitektur, seperti idolanya, Zaha Hadid.

"Di mana kuletakkan, ya ?," tanyanya pada dirinya sendiri sambil memnandang kamarnya yang berantakan setelah diobrak-abriknya untuk mencari buku itu.

Tiba-tiba Mirza melongokkan kepalanya dari pintu kamar,

"Lagi nyari apa, mbak ?," tanya Mirza keheranan memperhatikan kebingungan kakaknya serta kamar yang seakan sudah seperti kapal pecah.

"Buku agenda mbak nggak ada. Nggak tahu hilang atau ketinggalan dimana ?," Jawab Citra.

"Hilang?," tanya Mirza kurang yakin.

Citra mengangguk.

"Di dalam tas tidak ada," ujarnya.

"Ah, mungkin mbak lupa membawanya. Mungkin ketinggalan di kantor ayah," ujar Mirza.

"Ya, mungkin juga. Kemarin, mbak sesorean di kantor," gadis itu menghela napas panjang. Lalu jemari lentiknya menyibak rambut panjangnya hingga tampaklah wajahnya yang jelita.

"Nanti coba  mbak cari di kantor. Siapa tahu ada," adiknya mencoba menenangkan hati kakaknya.

"Iya deh, nanti pulang kuliah, mbak mampir dulu ke kantor ayah," tukas Citra dengan hati tidak seratus persen tenang. Pikirannya menggelayut di langit-langit kamar.

Ia samasekali tidak ingat kalau buku agendanya itu telah tertinggal di cafe mall Ciputra. Dan seseorang pria muda menemukannya untuk kemudian bermaksud akan mengembalikannya kembali kepada pemiliknya. Lalu siapakah pemuda itu ?. Akankah Allah  mempertemukan pemuda itu dengan Citra ?. Hanya hembusan angin sejuk dari Temanggung yang bisa menjawabnya.


***


Tengah hari ini, kota Semarang seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit laksana lidah api yang menjulur-julur dan menjilat-jilat bumi.

Tanah dan pasir menguapkan bau neraka yang busuk dan mendidih. Hembusan angin gunung Senduro danSumbing disertai debu yang bergulung-gulung menambah panas udara semakin tinggi dari detik ke detik. Penduduknya, banyak yang berlindung dalam rumah dengan pintu, jendela dan tirai tertutup rapat.

Memang, istirahat di dalam kosan sambil menghidupkan pendingin ruangan jauh lebih nyaman daripada berjalan ke luar rumah, meski sekadar untuk shalat berjamaah di masjid.

Panggilan azan zhuhur dari  menara masjid agung Semarang hanya mampu menggugah dan menggerakkan hati mereka yang benar-benar tebal imannya. Hanya mereka yang memiliki tekad beribadah sesempurna mungkin dalam segala musim dan cuaca, mampu seperti karang yang tegak berdiri dalam deburan ombak, terpaan badai, dan sengatan matahari.

Ia tetap teguh berdiri seperti yang dititahkan Tuhan sambil bertasbih tak kenal kesah. Atau, seperti matahari yang telah jutaan tahun membakar tubuhnya untuk memberikan penerangan ke bumi dan seantero mayapada. Ia tiada pernah mengeluh, tiada pernah mengerang sedetik pun menjalankan titah Tuhan.

Seharusnya akhir-akhir bulan Desember merupakan puncak musim hujan. Namun seperti yang dikatakan para ahli cuaca, musim-musim kini tidak lagi dapat dipastikan. Apa yang biasanya sudah musim kemarau, malah diguyur hujan tiap hari. Sebaliknya ketika biasanya sudah musim hujan, justru kering kerontang.

Perubahan iklim global yang kerap disebut El Nino dan pasangannya El Nina itu, merupakan efek samping dari dampak Pemanasan Global yang dipercaya tengah melanda bumi tempat kita tinggal ini. Ironisnya semua perubahan iklim yang abnormal tersebut justru merupakan hasil perbuatan manusia itu sendiri yang terus menerus tanpa tanggung jawab merusak alam lingkungan tempat mereka tinggal.

Dan yang lebih memiriskan lagi, meskipun akibat negatif dari perubahan iklim telah menimpa mereka, sebagian besar dari para perusak lingkungan itu seperti tidak perduli. Mereka tidak perduli akan nasib anak-anak cucu mereka kelak. Yang penting apa yang mreka dapat sekarang. Keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan akibatnya bagi orang lain.

Hal ini pernah disitir oleh Mahatma Gandhi, tokoh besar dunia asal India :

"Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua. Namun tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan segelintir manusia serakah".


Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua. Namun tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan segelintir manusia serakah


***


Dalam kondisi sangat tidak nyaman seperti ini, Azzam sendiri sebenarnya malas untuk keluar. Ramalan cuaca dari BMKG menyebutkan suhu udara siang hari : empat puluh satu derajat celcius !. Apa tidak gila! ?. Ia hanya diam di dalam kamarnya sambil terus menyalakan kipas angin. Sesekali ia kungkum, mendinginkan badan di kamar mandi.

Hari ini adalah hari Ahad. Sesungguhnya ia ada janji dengan sahabat lamanya, Joko. Telah lima tahun ia tidak bertemu dengan Joko meski sama-sama berasal dari Demak, namun Joko sempat merantau ke Malaysia. Ia ingin menuangkan rindunya pada teman sepermainan semasa kecilnya itu. Ia ingin mendengar semua suka duka Joko merantau di negeri seberang. Ia juga ingin bercerita panjang lebar tentang masa-masa perjuangannya mempertahankan hidup selepas lulus dari pesantren.

Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen1, ia bersiap untuk keluar. Ia sedikit ragu akan membuka pintu. Hatinya terasa ketar-ketir. Tak bisa dibayangkan betapa kacaunya di luar sana. Panas disertai gulungan debu yang berterbangan. Suasana yang jauh dari nyaman. Namun niat harus dibulatkan. Bismillah tawakkaltu 'alallah2 , pelan-pelan ia buka pintu kamar kosnya.

Dan...

Wuss !!!.

Angin panas bak di gurun sahara menampar mukanya dengan kasar. Cahaya matahari yang memantul dari jalan sungguh menyilaukan mata . Ia tutup kembali pintu kosan. Ah, kalau tidak ingat bahwa kelak akan ada hari yang lebih panas dari hari ini dan lebih gawat dari hari ini. Hari ketika manusia digiring di padang Mahsyar dengan matahari hanya satu jengkal di atas ubun-ubun kepala.

Andai saja kerinduan untuk bertemu dengan sahabat masa kecilnya tidak begitu membuncah, lebih baik ia tetap di bergelung di kamar. Namun janji yang telah ditegaskan sahabatnya itu tadi malam via sms seakan menyentak-nyentak batinnya. Joko memang belum mengatakan apa tujuan mereka bertemu, tapi ia hanya menuliskan pesan dengan pasti,

"Kita mesti ketemuan besok. Penting !."

Yaa, sudahlah.... Hasbunallah wa ni'mal wakil. Ni'mal maula wan ni'man nashir. 3
Bismillahirahmanirrahim....

Ia pun melangkahkan kakinya keluar, menembus panasnya hari nan membara itu demi untuk memenuhi sebuah janji.


1. Malas-malasan
2. Dengan menyebut nama Allah, aku berserah diri kepada Allah
3. Cukuplah Allah sebagai penolong kami. Dan Allah adalah sebaik-baik pelindung

Bila Jodoh Pasti Bertemu KembaliNovelet ini adalah karya Khairul Azzam Elmaliky. Novelet ini telah diterbitkan oleh DCU Book, Pengorbit Karya Fiksi Pembangun Akhlak, Semarang - Jawa Tengah. Azzam, adalah alumni Pondok Pesantren Karya Basmala Semarang, angkatan 2008. Lahir di Probolinggo, Jawa Timur, kini bermastautin di kota Pekanbaru, Riau. Sila berkenalan dengan karya-karya Azzam lainnya disini

Maaf, hanya komentar relevan yang akan ditampilkan. Komentar sampah atau link judi online atau iklan ilegal akan kami blokir/hapus.

Posting Komentar

0Komentar